Rabu, 13 November 2013

Lukisan untuk dokter Arvin



Lukisan untuk dokter Arvin

michi
(KHAIRUNNISA B.A)
“aaaaaaaaaaaaaaaaaa”
Setelah kejadian malam itu semuanya lenyap. Semua gelap. Semua yang dulu bisa kulihat kini tak dapat lagi kulihat. Yang dapat kulihat semuanya hanya ‘gelap’ tak ada cahaya. Tak dapat mengetahui apa yang sedang terjadi disekelilingku. Aku hanya bisa mengandalkan pendengaranku. Tapi itu semua sia-sia. Aku tidak mau hidup dalam kebisuan seperti ini. Wajahku yang muram, seakan menandakan hariku kini seakan suram.
aku muak dengan semua ini. sangat muak. Kehidupanku berubah. Berubah setelah malam pameran lukis itu. Aku yang biasa menghabiskan waktuku untuk melukis kini hanya dapat terdiam duduk dikamar. Aku benci semua ini. aku merindukan rasanya memegang kuas lukisku. Aku rindu saat aku duduk berjam-jam untuk mencari dan melukis objek yang tepat untu ku lukis. Aku rindu itu semua. Aku rindu. Sampai-sampai rasa rinduku tak terkendali dan membuahkan emosi yang meledak-ledak. Sampai saat puncaknya, aku menyuruh tanteku untuk membakar semua kavas dan seluruh alat lukis yang aku punya.
Aku hanya bisa menangis dikamarku. Tapi tanteku tak membiarkan aku terpuruk dalam kegelapan yang sangat menyiksa ini begitu lama. Tanpa sepengetahuanku, tante mencari rumah sakit untuk operasi mata di daerah Jakarta. Tante bilang dia mempunyai kenalan disana, namanya Dokter Riza. Aku menjalani rawat inap dirumah sakit di Bilangan Jakarta itu sampai ada orang yang mau mendonorkan matanya untukku. Disana aku berkenalan dengan Dokter Arvin. Dia adalah dokter yang selalu memeriksaku. Dokter Riza sudah menugaskan dokter Arvin untuk menjagaku. Bisa dibilang sekarang dokter Arvin adalah dokter khusus yang diminta oleh dokter Riza untuk membantuku mengontrol emosiku dan menunggu sampai aku dapat melihat dunia ini lagi.
Setelah aku berkenalan dengan dokter Arvin aku sudah kembali menjadi diriku yang dulu. Lebih