-MICHI-
Mentari sudah hampir siap untuk menggantikan sift bulan.
Benar-benar pagi yang indah kurasa. Pagi yang indah ini harusnya di isi dengan
bunga-bunga mimpi yang indah. Emily menarik lagi selimut bergambar salah satu
detektif fiksi kesukaannya itu. Aku yakin kau pasti tahu itu, apa lagi kalau
bukan Detektif Conan.
“Working up I see that everything is okay..”
telpon genggam Emily bordering.
“Akh..
Shit! Siapa berani menelponku pagi-pagi begini?!” dengan ekspresi kesal Emily
mengambil telepon genggamnya dan bersiap untuk memarahi sang penelpon sialan
itu. Tapi, Emily mengurungkan niatnya saat melihat nama penelpon yang tertera
di layar ponselnya itu. Daisy Agatha. Dia adalah kakak sepupu yang ‘agak’ di
takuti Emily karena Daisy pernah menghukum Emily dengan hukuman paling ekstrim
ketika Emily susah di atur, seperti, tidur di ruang TV dengan keadaan kripik
kentang yang berserakan dimana-mana dan hal-hal yang tak sepantasnya di lakukan
anak perempuan.
“Hey
Emily, aku tahu kau masih meringkuk di bawah selimut terhangatmu itu kan?” kata
Daisy di seberang.
“hmm..”
“Apa?
Ha? Aish… kau menanggapi kata-kataku dengan kalimat sependek itu huh?” Daisy
mendengus kesal.
“Aku
harus jawab apa? Setiap pagi kau selalu menelponku. Apa kau tak sadar, ini hari
MINGGU, DAISY AGATHA!!!” kata Emily
meninggikan nada bicaranya.
“Lalu,
apa perduliku? Segera ambil handukmu! Apa kau tak ingat kalau ini hari ulang
tahun Omma?! AKU TUNGGU KAU DI RUMAHKU, NONA EMILY MUELLER!!”
“bip!
tut..tut..tut..tut..”
“Huh?
Apa-apaan nenek sihir itu, sudah membangunkan orang, menyuruhku datang ke
rumahnya pula.”
**
Halaman rumah Daisy**
“tin..tin..
Hoy… cepat masuk ke mobil. Jangan buang hari mingguku!”
“Baiklah,
baiklah Emily sayang..” balas Daisy setengah berlari menghampiri Emily yang
berada di dalam mobilnya.
“Cepat
masuk! Dan jangan lagi kau mengatakan kata-kata menjijikan itu!” perintah
Emily.
Sekitar
satu jam mereka menempuh perjalanannya. Akhirnya, sampailah keduanya di sebuah
pemakaman tempat nenek mereka beristirahat dengan tentram.
**Di
depan makam nenek**
“Halo
Omma, lihat, aku dan Emily datang di hari ulang tahunmu. Bagaimana, apa kau
senang?” kata Daisy berbicara kepada setumpuk tanah.
“Dasar
bodoh! Omma, lihatlah dia, bukankah dia lebih bodoh dari pada berang-berang
musim panas 10 tahun lalu? Hahahhaaa” akhirnya Emily membuka suara.
“hey,
kau juga bodoh nona! Kau mengikuti aku berbicara pada gundukan tanah ini
hahaha” mereka tertawa bersama.
Mereka
berdoa lalu menyanyikan lagu ulang tahun untuk mendiang nenek mereka.
“Emily,”
kata Daisy membuka percakapan.
“ha?”
“bagaimana
kalau kita minum soda di bawah pohon mangga itu?” tawar Daisy.
Tanpa
ba-bi-bu Emily berjalan menuju tempat yang dimaksud. Dari belakang Daisy
mengikuti.
**
Di bawah pohon **
“Hey
Emi, sudah lama bukan, kita tidak se-akrab ini?” lagi, Daisy membuka
percakapan.
“Ya,
sepertinya begitu.”
“Kau
begitu asyik dengan komik-komik dan Conan-mu itu. Sampai-sampai kau melupakan
aku? Uhh sedihnya”
“Jangan
sampai mood-ku hancur karena dramamu itu Daisy!”
“hahahaaaaaa….”
**
disamping mereka **
“Hey
Tuan, apa kau tahu berita tentang pembunuh berantai yang menusuk korbannya yang
kebanyakan adalah tikus-tikus Negara itu? Kau tahu, dia mencabik-cabik tubuh
korbannya sebanyak 16 kali pada pria dan 18 tusukan pada wanita.” Kata seorang penjual minuman yang
sedang meracik dagangannya dengan membuka percakapan pada seorang pembeli
pria.”
“Hmm…”
kata pria berjas sambil menyeruput minuman yag ia beli.
“Apa
kau tahu Tuan, diberitakan di Koran pagi ini, pembunuh itu adalah seorang pria.
Bukankah sangat keji dia melakukan itu semua? Mencabik, mencongkel mata
korbannya, dan mecincang isi perut korbannya!” lanjut sang pedagang
“Keji?
Kupikir sudah sepantasnya mereka menerima itu semua.”
“Tapi
tuan,”
“Hm..
minuman ini enak, bagaimana kalau kau menjadi juru makanan di acara debutku?”
“Debut?”
Tanya pedangang itu bingung.
“Ya,
debutku. Aku Peter Jhanshon.” Kenal pria yang diketahui namanya Peter.
“Pe..
Peter Jhanshon? Kau pembawa acara di acara yang sedang booming itu kah?”
“Ya,
panggil saja aku Pete.”
**
Tempat Emily dan Daisy duduk **
Emily
dan Daisy yang sedari tadi duduk di bawah poho yang tak jauh dari tempat
pedagang tadi, hanya mendengarkan. Sesekali mereka berdua saling bertatap mata.
“Dais,
apa kau dengar yang barusan?” Tanya Emily dengan nada yang sangat antusias.
“Ehem…”
sahut Daisy, tak mengerti maksud nada bicara adik sepupunya itu.
“Aku
merasa tertantang untuk itu, kau mau ikut?”
“Tapi,
Emi…”
-Bersambung-