Jumat, 04 Juli 2014

“Beginning of The Case”



-MICHI-
            Mentari sudah hampir siap untuk menggantikan sift bulan. Benar-benar pagi yang indah kurasa. Pagi yang indah ini harusnya di isi dengan bunga-bunga mimpi yang indah. Emily menarik lagi selimut bergambar salah satu detektif fiksi kesukaannya itu. Aku yakin kau pasti tahu itu, apa lagi kalau bukan Detektif Conan.
Working up I see that everything is okay..” telpon genggam Emily bordering.
“Akh.. Shit! Siapa berani menelponku pagi-pagi begini?!” dengan ekspresi kesal Emily mengambil telepon genggamnya dan bersiap untuk memarahi sang penelpon sialan itu. Tapi, Emily mengurungkan niatnya saat melihat nama penelpon yang tertera di layar ponselnya itu. Daisy Agatha. Dia adalah kakak sepupu yang ‘agak’ di takuti Emily karena Daisy pernah menghukum Emily dengan hukuman paling ekstrim ketika Emily susah di atur, seperti, tidur di ruang TV dengan keadaan kripik kentang yang berserakan dimana-mana dan hal-hal yang tak sepantasnya di lakukan anak perempuan.
“Hey Emily, aku tahu kau masih meringkuk di bawah selimut terhangatmu itu kan?” kata Daisy di seberang.
“hmm..” 
“Apa? Ha? Aish… kau menanggapi kata-kataku dengan kalimat sependek itu huh?” Daisy mendengus kesal.
“Aku harus jawab apa? Setiap pagi kau selalu menelponku. Apa kau tak sadar, ini hari MINGGU, DAISY AGATHA!!!”  kata Emily meninggikan nada bicaranya.
“Lalu, apa perduliku? Segera ambil handukmu! Apa kau tak ingat kalau ini hari ulang tahun Omma?! AKU TUNGGU KAU DI RUMAHKU, NONA EMILY MUELLER!!”
“bip! tut..tut..tut..tut..”
“Huh? Apa-apaan nenek sihir itu, sudah membangunkan orang, menyuruhku datang ke rumahnya pula.”
** Halaman rumah Daisy**
“tin..tin.. Hoy… cepat masuk ke mobil. Jangan buang hari mingguku!”
“Baiklah, baiklah Emily sayang..” balas Daisy setengah berlari menghampiri Emily yang berada di dalam mobilnya.
“Cepat masuk! Dan jangan lagi kau mengatakan kata-kata menjijikan itu!” perintah Emily.
Sekitar satu jam mereka menempuh perjalanannya. Akhirnya, sampailah keduanya di sebuah pemakaman tempat nenek mereka beristirahat dengan tentram.
**Di depan makam nenek**
“Halo Omma, lihat, aku dan Emily datang di hari ulang tahunmu. Bagaimana, apa kau senang?” kata Daisy berbicara kepada setumpuk tanah.
“Dasar bodoh! Omma, lihatlah dia, bukankah dia lebih bodoh dari pada berang-berang musim panas 10 tahun lalu? Hahahhaaa” akhirnya Emily membuka suara.
“hey, kau juga bodoh nona! Kau mengikuti aku berbicara pada gundukan tanah ini hahaha” mereka tertawa bersama.
Mereka berdoa lalu menyanyikan lagu ulang tahun untuk mendiang nenek mereka.
“Emily,” kata Daisy membuka percakapan.
“ha?”
“bagaimana kalau kita minum soda di bawah pohon mangga itu?” tawar Daisy.
Tanpa ba-bi-bu Emily berjalan menuju tempat yang dimaksud. Dari belakang Daisy mengikuti.
** Di bawah pohon **
“Hey Emi, sudah lama bukan, kita tidak se-akrab ini?” lagi, Daisy membuka percakapan.
“Ya, sepertinya begitu.”
“Kau begitu asyik dengan komik-komik dan Conan-mu itu. Sampai-sampai kau melupakan aku? Uhh sedihnya”
“Jangan sampai mood-ku hancur karena dramamu itu Daisy!”
“hahahaaaaaa….”
** disamping mereka **
“Hey Tuan, apa kau tahu berita tentang pembunuh berantai yang menusuk korbannya yang kebanyakan adalah tikus-tikus Negara itu? Kau tahu, dia mencabik-cabik tubuh korbannya sebanyak 16 kali pada pria dan 18 tusukan pada  wanita.” Kata seorang penjual minuman yang sedang meracik dagangannya dengan membuka percakapan pada seorang pembeli pria.”
“Hmm…” kata pria berjas sambil menyeruput minuman yag ia beli.
“Apa kau tahu Tuan, diberitakan di Koran pagi ini, pembunuh itu adalah seorang pria. Bukankah sangat keji dia melakukan itu semua? Mencabik, mencongkel mata korbannya, dan mecincang isi perut korbannya!” lanjut sang pedagang
“Keji? Kupikir sudah sepantasnya mereka menerima itu semua.”
“Tapi tuan,”
“Hm.. minuman ini enak, bagaimana kalau kau menjadi juru makanan di acara debutku?”
“Debut?” Tanya pedangang itu bingung.
“Ya, debutku. Aku Peter Jhanshon.” Kenal pria yang diketahui namanya Peter.
“Pe.. Peter Jhanshon? Kau pembawa acara di acara yang sedang booming itu kah?”
“Ya, panggil saja aku Pete.”
** Tempat Emily dan Daisy duduk **
Emily dan Daisy yang sedari tadi duduk di bawah poho yang tak jauh dari tempat pedagang tadi, hanya mendengarkan. Sesekali mereka berdua saling bertatap mata.
“Dais, apa kau dengar yang barusan?” Tanya Emily dengan nada yang sangat antusias.
“Ehem…” sahut Daisy, tak mengerti maksud nada bicara adik sepupunya itu.
“Aku merasa tertantang untuk itu, kau mau ikut?”
“Tapi, Emi…”





-Bersambung-

Sabtu, 11 Januari 2014

puisi sendal jepit



PUISI SENDAL JEPIT
Ardi alfaris (ALIZZ)

Kita bagai sandal butut
Tak akan berharga jika hilang Satu
Ketika jarak kita terpaut
Antara ruang dan waktu

                                                            Jika satu sendalmu mati
                                                            Kawan,kuatkan lah imanmu
                                                            Akankah suatu saat nanti
                                                            Kita berdua akan bertemu

Mungkin dengan sandal berjalan jauh
Walau kadang mereka merintih
Perasaan ini tak mungkin ku bunuh
Tapi rasa ini terlalu perih

                                                           

Senin, 30 Desember 2013

cinta di segulung gulali


Cinta di segulung gulali

(Ardi Alfaris – Alizz)
Udara tanjung lesung yang memang sedikit lebih panas hari ini, di temani batu karang dasar pantai yang masih rela diterjang ombak besar. Semilir angin selat sunda terasa sangat menyejukkan wajah.
Ini hari terakhir . digtara dan kawan-kawan dari pasukan Pramuka Tangerang menginjak Bumi Pandeglang. Setelah seminggu penuh mereka membangun sebuah daerah baru hasil babat lahan untuk di jadikan perluasan wilayah pemukiman.
Setelah perempuan yang ia sukai tidak berkenan  memberikan nomer handphone yang dia punya, mungkin hati Digtara sedikit berkata, ‘ah sudah lah.’
“gak dapet kenalan baru Lis?” Tanya Iwan. Maklum Digtara biasa di panggil ‘Alis’ oleh yang lain, yah kalian tau kenapa. “si neng nya kagak mau ngasih nomer dia Wan” jawab Digtara. “lah emang kenapa Lis?” Iwan bingung. “perasaan waktu kita ajak kenalan di gunung abis kita penghijauan, dia mau  lu ajak kenalan?” sambung Iwan. “iya sih wan, tapi yaa sama aja” jawab digtara seadanya. “lu juga sempet salaman lagi, pipmpinan kontingen kita aja ga sempet, sama kaya yang lain, Cuma lu doang Lis yang bisa salaman” Iwan makin bingung dengan semuanya
“Wan, dia minta gua seriusin...” belum selesai Digtara bicara tiba-tiba “mantep tuh cewe, muka nya putih, oval, kerudungan, bibir tipis, santri...” sekarang gentian digtara yang memotong. “nah itu dia perkaranya, santri nya it…” perkataan Digtara kembali terpotong. “mantep kali yak, pacaran tangerang pandeglang pasti...” Ucapan Iwan di potong kembali oleh Digtara “pasti dua-dua nya selingkuh boy, secara …” perkataan Digtara kembali terpotong. “tapi gua yakin dia setia bro, soalnya..” kali ini perkataan Iwan yang terpotong kembali. “setiap tikungan ada maksud lo? Anak pramuka mah lebih dari 1 kilo jadi...” dan kali ini ucapan Digtara yang terpotong. “tetep aja manis kan? Digtara prakasa?” ucapa iwan barusan membuat digtara berhenti bicara. “iya sih Wan” Digtara menjawab seadanya.

Rabu, 13 November 2013

Lukisan untuk dokter Arvin



Lukisan untuk dokter Arvin

michi
(KHAIRUNNISA B.A)
“aaaaaaaaaaaaaaaaaa”
Setelah kejadian malam itu semuanya lenyap. Semua gelap. Semua yang dulu bisa kulihat kini tak dapat lagi kulihat. Yang dapat kulihat semuanya hanya ‘gelap’ tak ada cahaya. Tak dapat mengetahui apa yang sedang terjadi disekelilingku. Aku hanya bisa mengandalkan pendengaranku. Tapi itu semua sia-sia. Aku tidak mau hidup dalam kebisuan seperti ini. Wajahku yang muram, seakan menandakan hariku kini seakan suram.
aku muak dengan semua ini. sangat muak. Kehidupanku berubah. Berubah setelah malam pameran lukis itu. Aku yang biasa menghabiskan waktuku untuk melukis kini hanya dapat terdiam duduk dikamar. Aku benci semua ini. aku merindukan rasanya memegang kuas lukisku. Aku rindu saat aku duduk berjam-jam untuk mencari dan melukis objek yang tepat untu ku lukis. Aku rindu itu semua. Aku rindu. Sampai-sampai rasa rinduku tak terkendali dan membuahkan emosi yang meledak-ledak. Sampai saat puncaknya, aku menyuruh tanteku untuk membakar semua kavas dan seluruh alat lukis yang aku punya.
Aku hanya bisa menangis dikamarku. Tapi tanteku tak membiarkan aku terpuruk dalam kegelapan yang sangat menyiksa ini begitu lama. Tanpa sepengetahuanku, tante mencari rumah sakit untuk operasi mata di daerah Jakarta. Tante bilang dia mempunyai kenalan disana, namanya Dokter Riza. Aku menjalani rawat inap dirumah sakit di Bilangan Jakarta itu sampai ada orang yang mau mendonorkan matanya untukku. Disana aku berkenalan dengan Dokter Arvin. Dia adalah dokter yang selalu memeriksaku. Dokter Riza sudah menugaskan dokter Arvin untuk menjagaku. Bisa dibilang sekarang dokter Arvin adalah dokter khusus yang diminta oleh dokter Riza untuk membantuku mengontrol emosiku dan menunggu sampai aku dapat melihat dunia ini lagi.
Setelah aku berkenalan dengan dokter Arvin aku sudah kembali menjadi diriku yang dulu. Lebih

Rabu, 30 Oktober 2013

CATATAN KECIL SARAS (story beginning)



CATATAN KECIL SARAS
(story begining)
Ardi Alfaris
(Alizz)

Dia seorang siswi di SMU Citra Kusuma. Namun cerita nya sudah menyebar ke setiap sudut sekolah, bahkan keluar sekolah. Ada yang bilang dia mati karena kecelakaan, ada juga yang menyebut kalau dia bunuh diri. Namun ada juga yang menyebut kalu dia dibunuh oleh orang yang tidak suka. Mungkin karena itu kutukan itu berlaku sampai saat ini. Kutukan mengerikan yang ada di sekolah ini.
Dia memang murid terbaik. Pintar, ramah, cantik dan segalanya. Hingga kejadian itu terjadi. Banyak yang tidak bisa menerima kenyataan. Semua nya. Hingga satu orang berbicara “dia belum mati, dia masih duduk disana” dan semua nya bersikap seolah dia masih ada, bahkan guru pun tidak keberatan atas sikap mereka. Semua nya berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Hingga hari kelulusan, kepala sekolah setuju untuk menaruh bangku Saras untuk berfoto bersama teman sekelas nya. Bangku kosong. Namun pada saat foto itu di cetak, Saras tengah duduk manis disana bersama yang lain nya. Dengan wajah pucat pasi dan senyum terpaksa.


KKRRIIIIINGG……
“woy udah masuk woy ! “ teriak Ali memanggil temannya yang masih menikmati sarapan di kantin. “kalem kali, guru nya aja ngaret datengnya”   “joh,gitu amat lu gus, nanti gua gamau di suruh push up 50 kali sama dia”   “50 doang, nanti buat gua aja”   “ah kampr*t lah lu”