Buah
penantian…
Khairunnisa B.A
(Michi)
Aku yang masih awam untuk mengenal semua ini. Aku
yang sebelumnya tak pernah mengenal apa itu yang namanya ‘cinta’ sebelumnya.
Awalnya aku tak pernah tahu apakah yang aku rasakan ini. Aku tak tahu namanya.
Yang aku rasakan hanya nyaman bersamanya.
Padanya? Pada sahabatku sendiri. Apa ini? Aku
takut. aku memang sudah memendam semua ini sejak tiga tahun yang lalu. Kita memang
sangat dekat sekali. Awalnya aku sangat membencinya. Karena aku merasa
‘illfeel’ karena banyak teman-temanku yang menyukai dia. Dan pada akhirnya..
aku, seseorang yang membencinya, aku menyukainya.
Kita berdua terus menjalani hari-hari dengan gelak
tawa. Dan sampai akhirnya, aku tahu. Bahwa perasaanku tidak bertepuk sebelah
tangan. Ya,
dia menyukaiku. Dia menyatakan perasaannya kepadaku. Katanya “eh, aku sayang sama kamu”. Katanya datar. Aku hanya diam. Aku dapat maklum, mungkin karena dia malu, karena dia menyatakan perasaanya tepat di depan teman-temanku.
dia menyukaiku. Dia menyatakan perasaannya kepadaku. Katanya “eh, aku sayang sama kamu”. Katanya datar. Aku hanya diam. Aku dapat maklum, mungkin karena dia malu, karena dia menyatakan perasaanya tepat di depan teman-temanku.
Aku memang tidak langsung menjawabnya. Dan
bertepatan saat itu juga teman-temanku serempak berkata “terima, terima, ciee
cie”. Seketika itu juga pipiku memerah. Dan saat itu terdengar suara “krriiiinggg”.
Itu bel pulang sekolah. Syukurlah, aku terbebas dari semua ini. Aku langsung
pulang kerumah. Saat aku sampai dirumah, aku langsung masuk kedalam kamarku.
Aku langsung merebahkan tubuhku di kasurku. “hah? Mimpi apa aku ini? Ternyata
dia juga menyukaiku ”.
Saat aku sedang senyum-senyum sendiri tiba-tiba
ada pesan masuk ke ponselku. Tak tahu mengapa, degup jantungku mulai tak
beraturan. Kecang sekali, tanganku dingin. Dan apa yang kutemukan saat aku
melihat layar ponselku? Ternyata yang mengirimkan pesan itu adalah dia.
Kami bercakap-cakap melalui pesan singkat sampai
hampir larut. Dan yang tak aku sangka, sesaat sebelum aku ingin tidur. Dia
mengirimkan pesan yang berisi “selamat malam, aku sayang kamu :*”. Aku kaget.
Aku senang sekali. Hubungan kami sampai saat ini baik-baik saja. Tapi semenjak
kabar aku telah menjalin hubungan dengannya, laki-laki yang memang popular
disekolahku. Banyak terror yang aku dapat.
Mereka diluar sana, yang aku sendiri pun tidak
tahu mereka siapa dan dari mana mereka mendapatkan nomor ponselku. Mereka
menyuruhku untuk mengakhiri hubunganku dengannya. Terror itu terus berlalu
selama hampir satu bulan. Aku sudah banyak cerita kepadanya. Tapi dia hanya
menjawab “sudah, biarkan saja. Yang paling penting, perasaanku masih sama kepadamu.
Aku sayang padamu”. Begitu katanya. Dia memang yang paling hebat menenangkan
perasaanku bila aku sedang dalam masalah. Walau sekecil apa pun, dia tetap
membantuku menyelesaikannya.
Tapi, sikapnya berubah menjadi lebih dingin dari
sebelumnya. Bayangkan? Bagaimana perasaan kalian bila kalian mempunya pasangan,
tapi kalian tidak pernah tahu bagaimana keadaan pasangan kalian. Pasangan
kalian tidak pernah memberikan kepastian. Dia bak menghilang ditelan bumi. Dan
bayangkan saat kalian mendengar dengan mata kepala kalian kalau pasangan kalian
mendua?
Dia tidak membalas pesan kalian, tapi dia asyik
mengobrol dengan wanita lain dan menyebut statusnya ‘single’ ‘I’m free’ bagaimana
berasaan kalian? Pasti sakit. Apa lagi itu tepat dihari Anniversary mu. Aku
yang selalu setia. Meskipun banyak mereka yang mecoba menghasutku. Tapi aku
tetap kepada pendirianku. Aku tetap harus mempertahankan hubunganku. Aku harus
menegaskan perasaanku. Aku tidak boleh menyerah.
Perasaan ini sudah ada saat tiga tahun lalu. Tapi
hanya karena hal ini akan hancur? Tentu saja tidak. Aku akan mempertahankan
nya. Apa yang aku dapat? Hanya hal yang menyakitkan. Tapi, aku bukanlah seorang
yang kuat untuk mengahapi semuanya sendiri. Aku masih bertahan. Dan akhirnya
dengan berat hati aku. aku harus mengakhiri ini semua.
Akhirnya aku mengakhiri hubunganku dengannya.
Dengan berat hati memang. Sejak saat itu, dia menghilang. Dia benar-benar
menghilang. Tapi walau begitu, aku masih tetap menunggunya. Aku selalu
merayakan hari Anniversary ku dengannya. Itu selalu. Bahkan sampai detik ini.
Aku selalu merayakannya dengan cara mengucapkan keinginan dan keluh kesahku
kepadanya lewat ‘diary’ ku. Ya, beginilah aku. Aku memang tak mempunyai
keberanian untuk mengungkapkannya. Aku malu. Aku sudah menunggunya selama dua
tahun ini. Kenangan itu sudah berulang kali ku hapus.
Tapi otakku bak komputer yang dapat me ‘restore’
file yang sudah dihapus. Aku menjalankan hari-hariku dengan tak bergairah. Tapi
satu hal yang menyadarkan ku. Satu hal yang aku pikirkan saat ini “ buat apa aku
menunggu? Menunggu tanpa kepastian. Apa dia yang aku tunggu selama ini
merasakan apa yang aku rasakan. Mungkin saja dia tidak mengethui apa artinya
menunggu. Menunggu selama ini hanya membuang waktuku. Bukan bahagia yang aku
dapat, tapi sakit yang kurasakan”.
Aku memikirkan semua itu. Benar sekali. Untuk apa
penantianku selama ini. Aku hanya membuang waktuku untuk dia yang tak pernah
mengerti. Aku harus membuka hatiku. Tapi, berkali-kali aku katakan bahwa ‘aku
bisa melupakan mu’ tapi aku selalu mengingkari kata-kataku. Betapa ‘munafik’ -nya
diriku ini. Aku benci hari-hariku. Aku benci hidupku. Dan waktu pasti berlalu,
berlalu, berlalu dan berlalu. saat aku sedang sendiri, duduk dibangku taman
sambil menangis, tiba-tiba seseorang, dan ternyata aku mengenali seseorang itu.
Orang itu adalah seniorku. Dia menghampiriku dan
duduk sambil menatap mata bengkakku dengan pandangan tulus. “hapus air matamu.
Jangan kau buang air matamu untuk dia yang tak pernah perduli kepadamu”.
“kakak”. aku langsung memeluknya dan menangis dipundaknya. “menangislah.
Puaskan dirimu. Kamu boleh meminjam pundakku jika kamu lelah menghadapi semua
masalah. Sekarang bagilah ceritamu padaku”. “hmmmm..”. suaraku sangat parau.
“kamu cukup buka hatimu. Lihat lah, ada aku disampingmu”. “aku yang sedari dulu
menunggu mu”. “kak, maafkan aku. Aku terlalu sibuk menunggu orang yang tak
pernah memperhatikan aku. Sampai-sampai aku buta. Aku buta kalau aku juga bisa
hidup tanpanya”. Kami berpelukan di taman itu. Kini aku dan seniorku telah
menjalin hubungan yang baru. Dan tentunya aku lebih bahagia dengannya . Dan aku
menyimpulkan, kalau…
“ini lah buah dari penantian” yang aku jalani selama ini. Jadi, bukalah hati kalian untuk orang lain yang menyayangi kalian. Bukan orang yang tidak pernah merasakan keberadaanmu!.
Nice..
BalasHapusthanks L :)
Hapus