Sabtu, 06 Juli 2013

yang ceria yang membutuhkan



Yang ceria yang membutuh kan


By : Galih amartia pertiwi
       (  gamar )



Namaku Teo. Aku mempunyai sahabat bernama Faris dan Caca. Mereka sangat baik kepadaku. Tapi sayangnya hari-hari ku dan Caca hanya diisi oleh kesedihan. Tak tahu mengapa Faris lah yang mejadi tempat curhat kami, mungkin karena dia yang paling riang diantara kami. Tapi kami tidak tahu bahwa di dalam senyuman Faris ternyata menyimpan ‘segudang’ kesedihan yang mendalam.

          “Te, gue lagi galau nih Te, masa Niall foto sama cewek cantik banget deh. Gue iri, gue ‘jealous’ gitu jadinya”. Ucap Caca kepada ku. “ah lo juga tau nggak kalo gue lagi sedih soalnya lo itu dari tadi ngoceh mulu nggak ada habis-habisnya. Pengang tau kuping gue!”. Jawabku jutek. “ihh elo jahat banget sih Te sama gue. Lo tau kan? Idola gue itu Niall?”. Balas Caca. “iya neng, gue tau ko. Tapi lo itu ngarep jangan ketinggian kenapa sih!”. Jawabku ketus. tiba-tiba saat Caca dan aku sedang berdebat…


          “woy, ngapain sih elo pada nge galau nggak jelas kaya gitu. Hidup itu indah bro. ngapain lo bikin susah?!”. Ucap Faris. “ah elo ris, ngagetin gue aja”. Kata Caca. “ye, ya lagian elo berdua ngebuat seisi kantin rame gara-gara suara menggelegar lo ca! apa lagi? Niall lagi?”. Balas Faris. “iya tuh, ini anak lagi jealous,masa gara-gara si Niall foto sama cewek cakep”. Sambungku. “ye apaan sih lo. Cakepan juga gue. Aaaa gimana dong Niall gue di ambil”. Rengek Caca padaku dan Faris. Faris yang periang memang selalu menghibur Caca dan aku yang hobinya memang meng-galau. Faris selalu menghibur kami, karena memang Faris mempunyai selera humor yang tinggi. “eh lo tau nggak kenapa Dinamakan Nasigoreng?”. Tanya Faris kepada Caca dan aku. “hmnn.. biar gue jawab, pasti jawabnnya karena di goreng kan? Ah tebakan lama!”. Jawab Caca. “ih bukan-bukan jawaban elo itu salah. Yang bener itu jawaban gue. Soalnya nasinya itu di goreng di wajan yang dikasih bumbu dan kecap ya kan?”. Jawabku. “ah jawaban kalian salah semua! Yang bener itu karena ‘Dina laper’ ”. Jawab Faris. Kami semua tertawa terbahak bahak karena ke konyolan Faris. Begitu seterusnya. Memang dari kami SMP sampai SMA kami selalu mencari sekolah yang sama.

Faris, Caca,dan aku selalu bersama, kemana pun kami pergi,pasti selalu ada gelak tawa yang mengisi hari kami. Ya karena ada Faris. Tapi di dalam ke humorisannya. Faris ternyata sedang dapat masalah. Smester ini, Faris tidak naik kelas. Keadaan Faris sangat murung, mungkin beban yang dia rasakan bukan hanya karena masalah ini. Tapi mungkin ada masalah lain juga. Siang itu saat kami mengambil raport, hanya orang tua Faris yang tidak menghadirinya. Jadi Faris lah yang mengambil raport nya sendiri. “Te, Ca, gue nggak naik kelas”. Kata Faris dengan nada datar. “hah? Kok bisa? Yaudah biar gue sama Caca yang anter lo pulang. Kita bantu elo ngejelasin ke orang tua lo”. Balasku. “ya setuju, ayo kita bantu ya nggak Te”. Sambung Caca. “udah nggak usah. Kalian pulang aja. Biar gue yang nyelesain masalah gue sendiri. Tapi makasih ya lo udah mau bantuin gue, gue hargain ide lo. Tapi kayaknya nggak perlu. Udah lo semua pulang aja. Jangan ngikutin gue juga!”. Kata Faris datar. Sepertinya Faris mengetahui kalau aku dan Caca ingin membuntutinya. Walau sudah dilarang, tetap saja aku dan Caca membuntuti Faris. Kami berdua penasaran. Apa yang membuat Faris sampai seperti ini. Kami mengikutinya sampai ke teras rumahnya. Saat dia masuk kedalam rumahnya, kami hanya menguping dari luar teras. Begini katanya..

          “assalamualaikum..”. kata Faris namun tidak ada jawaban. Rupanya mama dan papah Faris sedang bertengkar. “mah, pah? Aku mau ngomong”. Faris mendekati mama dan papah nya yang sedang berdebat di sofa ruang tamu. “ pokoknya nggak bisa. Aku mau kamu nyempetin waktu kamu dirumah satu hari aja. Kamu nggak pernah ada waktu buat aku dan anak kita!”. Sepertinya yang berbicara adalah tante Hilda yaitu mama Faris. “tapi kamu tau kan, aku harus keluar kota untuk janjian ‘meeting’ sama atasan ku”. Suara papah Faris. “mah, pah! Dengerin aku dong. Aku juga mau ngomong! Aku baru pulang kalian berantem di rumah. Mending aku nggak pulang sekalian”. Semua hening. seketika Faris berteriak seperti itu. “aku nggak naik kelas!!”. Lanjut Faris datar. “hah? Gimana bisa kamu gak naik kelas? Malu-maluin papah sama mama tau gak!”. Kata papa Faris. “ya salah sendiri. Setiap aku pulang kalian pasti gini, kalian pasti berdebat. Berdebat yang nggak ada habisnya. Aku capek! Kuping aku sakit denger mama sama papah berantem terus tiap hari. Aku iri sama Teo dan Caca. Orang tuanya selalu ada buat mereka. Tapi aku? Aku punya orang tua tapi ngerasa hidup sendiri! Orang tua aku sibuk sama urusannya masing-masing. Mam, hangout sama temen-temen ‘sosialita’ nya. Papah,selalu keluar kota buat ‘meeting’. Aku? Aku dirumah sendiri. Cuma sama pembantu! Aku ini anak kalian atau anak pembantu? Yang selalu ada buat aku Cuma bibi! Kalian kemana selama ini?. Jangan salahin aku juga karena aku nggak naik kelas. Karena setiap aku belajar, aku nggak pernah dapet ketenangan dirumah ini”. Kata Faris sambil berlinang air mata.

Aku dan Caca yang mendengarkan dan mengintip dari jendela pun yang sedari tadi mendengarkan pebicaraan mereka pun sudah berkaca-kaca. TERNYATA FARIS YANG “PERIANG” YANG SELALU ADA SAAT KAMI SEDIH JUSTRU DIA LAH YANG LEBIH MEMBUTUHKAN KASIH SAYANG dari pada aku dan Caca.

Aku dan Caca tetap menguping dari luar. “hah? Ngomong apa kamu?” kata papah Faris. “plak” terdengar suara yang cukup keras. “cukup papah nampar Faris? Papah mau nampar lagi? Ini pah. Bunuh aja Faris sekalian. Bukannya Faris selalu sediri? Jadi Faris mati pun mama dan papah nggak akan nyariin Faris kan?” ucap faris sambil menyodorkan pipinya. “Faris kamu itu ngomong apa? Lancang sekali kamu ngomong gitu sama mama dan papah!”. Kata mama Faris marah. “tapi emang gitu kan kenyataannya!”. Jawab Faris dengan suara yang parau. “PERGI KAMU DARI RUMAH!! PAPAH SAMA MAMA NGGAK MAU PUNYA ANAK YANG SUKA MEMBANGKANG KAYA KAMU! PERGI KAMU!”. Teriak papa Faris marah.

Faris pun keluar dari rumah, Faris melihat aku dan Caca. Tapi dia seolah tak perduli lagi apakah kami mengetahui rahasianya atau pun tidak. Ya, memang kami sekarang sudah mengetahui rahasia Faris selama ini.

Faris yang ceria ternyata menyimpan sejuta kepedihan dihatinya. Saat itu hujan turun deras sekali. Faris berlari di dalam derasnya hujan. Faris terus berlari. Mama dan papahnya ikut mengejarnya. “Faris, berhenti sayang. Mama dan papah sadar kalau kami yang sudah menterlantarkan kamu. Maafkan mama dan papah sayang”. Teriak mama Faris kepada Faris. “ benarkah itu mah? Apa mama boong? Apa mama bakalan berubah? Apa mama dan papah bakal berubah nggak kaya gini lagi?” teriak faris. “iya nak, mama dan papah akan berubah demi kamu FAA..”. kata-kata mama Faris terpotong.

“Fariisssssssssssssssss”. Serentak kami semua langsung menghampiri Faris. Malangnya nasib Faris, saat dia ingin Memeluk mama dan papahnya, ada pengendara sepeda motor yang remnya blong menyerempet Faris. “ris, engga ris lo engga boleh mati ris, buka mata lo ris, buka ris! Lo harus bertahan ris. Plis ris buat gue, Caca dan orang tua lo ris! Gue mohon! Elo bertahan!” ucapku pada Faris yang sekarat.

“Faris, ayo nak, bertahan! Jangan tinggalin mama dan papah, ayo faris, kamu pasti bisa bertahan! Paahh cepet telepon ambulans pah cepet pah!!!!”. Ucap mama Faris gemetar. “ Teo, Caca, makasih kalian selalu ada buat gue. selalu kenang gue jadi Faris yang konyol ya, selalu inget gue, kalian harus sering-sering datang ke makam gue ya nanti”. Ucap Faris yang napasnya tersengal namun tetap tersenyum. “mah, pah, makasih buat semuanya. Makasih karena mama dan papah ada di saat terakhir Faris”. “enggak ris, lo ngomong apaan si ris. Lo nggak akan mati! Lo harus bertahan! Ambulans dikit lagi bakal sampe ko ris! Lo tenang ajar ris! Lo adalah Faris yang kuat! Lo pasti kuat ris! Bertahan ris!”. ucapku sambil berlinang air mata.

“makasih semuanya. Makasih untuk semua… selamat ti...”. “FAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRISSSSSSSSSSSS”. Semua tersentak, semua menjerit. Karena Faris yang selalu riang sekarang sudah tiada. Tak akan ada lagi Faris yang konyol, tak akan ada lagi Faris yang menghibur kami.

Selamat jalan kawan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar