KITA…
Part iii
(out of love circle)
Ardi Alfaris (aliz)
‘’kau sudah menyiapkan perlengkapan mu kenji
?’’ ‘’maaf yosuke, aku tidak ikut untuk
yang kali ini, aku ada acara keluarga dadakan’’ ‘’ahh,kau tidak seru bung’’ ‘’apa itu arti nya hanya kau yang semester
tiga ?’’ ‘’tentu saja, dasar
bodoh’’ ‘’jangan marah begitu laa,
sepulang kau dari gunung kita makan enak, aku yang traktir , oke ?’’ ‘’terserah kau saja lah’’ ‘’oke wassalam’’
Kenji
menutup telpon, kini tinggal aku sendirian di kamar supek milik ku. Di tambah
semua rasa yang bercampur aduk tentang aiko, masalah keluargaku dan juga yang lain-lain. Setelah ini mungkin
aku akan makan malam dan setelah itu kembali tidur. Liburan memang membosan
kan. -_-
‘’yosuke, ayo makan!!’’ jelas sekali itu ibu ku, aku tak akan pernah
menolak semua perintah nya. ‘’kakak, mengapa kau selalu mgnurung diri di kamar
saja? Apa kau tidak ingin menemani ku bermain? Kita bisa ke tempat hiburan
bersama dan lain-lain.’’ ‘’aku tidak
terpikir untuk itu’’ ‘’ayo lah
kakak,’’ ‘’diam!’’ seketika adik ku terdiam. Kemudian masuk ke
kamar ibu dengan mata berkaca
‘’yosuke jangan kasar begitu dia masih
kecil’’ ‘’biarkan saja bu, biar anak
ini
tidak jadi anak manja!’’ ‘’yosuke dia berbeda dengan mu,’’ ‘’kalau begitu biar aku saja yang medidik nya biar dia jadi laki-laki yang seharus nya, bukan laki-laki cerewet seperti itu’’ ‘’dia itu kan memang tipe yang hanya memikirkan kesenangan nya untuk sekarang, sudahlah’’ ‘’mana ayah?’’ kata ku mengalihkan pembicaraan. ‘’dia pulang malam lagi yosuke’’ .
tidak jadi anak manja!’’ ‘’yosuke dia berbeda dengan mu,’’ ‘’kalau begitu biar aku saja yang medidik nya biar dia jadi laki-laki yang seharus nya, bukan laki-laki cerewet seperti itu’’ ‘’dia itu kan memang tipe yang hanya memikirkan kesenangan nya untuk sekarang, sudahlah’’ ‘’mana ayah?’’ kata ku mengalihkan pembicaraan. ‘’dia pulang malam lagi yosuke’’ .
ayah ku memang seorang
hardworker, sampai-sampai dia tidak punya waktu untuk keluarganya, jika ada pun
pasti hanya di isi dengan diam tanpa ngobrol dengan kami. Tapi dia seorang
sosok ayah yang bertanggung jawab, ( dalam versi nya bukan dalam versi ku ).
Dan akhir nya kami hanya makan berdua saja.
‘’yosuke antar ini ke kamar adik mu’’ ‘’baik’’
setangah hati aku mengantar makanan itu ke kamar nya, aku ingin segera
masuk kamar dan kembali mendengar kan musik.
‘’ini untuk mu’’ ‘’apa itu?’’ ‘’sudah lihat dan habis kan saja’’ aku
kembali keluar dengan menutup pintu sedikit keras. Dan kebetulan ayah ku baru
saja pulang dan melihat kejadian ini. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi
nampaknya. ‘’kau tahu berapa biaya yang aku keluarkan untuk itu anak bodoh? Apa
kau tidak bisa sedikit lebih pelan?’’
Langsung saja aku melenggang menuju kamarku,
menyalakan MP3 player, pasang earphone, dan berrelaksasi. Namun sedikit ada
yang tidak beres, ayahku menuju kamarku dan memaki ku habis-habisan. Nampak nya
dia benar-benar tidak ingin anak seperti aku.
‘’ jadi ini kerjaan mu setiap malam? Hah?
Pekerjaan tak berguna seperti ini. Akan lebih baik bila kau menjadi pemulung di
luar sana dan bekerja mati-matian dari pada harus menjadi seperti ini. Anak
tidak tahu diri’’ itu baru yang
pemanasan saja aku sudah tahu hal itu. Namun kemudian ibuku masuk.dan menarik
ayah ku keluar.
Aku melihat sedikit kalau mereka
bercakap-cakap, ku lihat raut wajah ibu cemas. Aku tak peduli, aku merebahkan
diri dan memajamkan mata. Aku mulai membenci keluarga ini. Aku terbawa mimpi
sampai sebuah guyuran air dingin membasahi seluruh tubuh dan ranjangku.
‘’bangun anak malas ! ini sudah pukul 7 pagi dan kau belum bangun
anak bodoh ! pantas saja rejeki mu salalu di patok ayam ! pergi cabut rumput di
halaman, setelah itu bersihkan selokan di depan rumah !‘’ nyawaku belum terkumpul saat aku bangun.
‘’ya ya ya, tidak usah berteriak seperti itu, ini bukan hutan, apa kau tidak
berpikir?’’ ‘’PLAK’’ yupz sebuah
tamparan keras dengan indah mendarat di pipi kiri ku. ‘’ tidak usah banyak
bicara’’ kemudian ia pergi dengan sepeda
motor nya entah kemana, ini hari minggu.
Aku pergi mengambil gunting rumput di belakan
rumah,kemuadian memotongi rumput yang ku rasa tidak pernah berhenti
memanjang.setelah semua selesai aku masih harus membersihkan selokan yang
menjijikkan itu. Ahh mengapa ia tidak membunuhku saja? .
‘’yosuke ayo makan dulu, kau belum makan dari
tadi pagi ini sudah jam 10.30’’ ‘’baik
bu’’ beruntung masih ada yang mengerti perasaan ku. Walau tak seutuh nya.
Siang berganti malam, ayah ku pulang dengan
seseorang yang tidak pernah ku kenal sebelum nya. Rekan bisnis ? bukan. Debt collector?
Pasti bukan. Lalu siapa? . baru saja dia datang langsung saja semua kemarahan
dan apapun itu keluar dari mulut nya.
‘’kau mau kemana? Hah? , jadi selama ini kau
hanya bermain dengan perempuan murahan seperti ini? Lantas sekarang kau mau
pergi dengan dia? Apa kau tidak berpikir ?’’
isakkan tangis ibu ku terdengar. Nampak nya aku sudah tahu masalah nya
sekarang ini.
Aku memberanikan diri keluar dari kamar dan
ikut dalam masalah yang mungkin tidak bisa aku selesaikan (seorang diri). Perempuan
itu terlihat seperti masih mabuk, ayah ku juga nampak nya.
‘’jadi sekarang ayah akan pergi dengan orang
seperti ini? Ibu lebih baik bahkan jauh dari pada dia’’ ‘’anak kecil diam saja ! buang air masih
belum lurus saja sudah ingin menceramahi ku ! urus dulu diri mu yang berantakan
itu !’’ ‘’berkaca dan lihat siapa yang
lebih berantakan !’’ aku balas membentak ‘’jadi kau sebut diri mu seorang
laki-laki hah?!’’ sambungku ‘’jadi kau
merasa kau laki-laki? Buktikan !’’
belum kering mulut nya berucap sebuah tinju mendarat di hidung nya.
Tak lama kemudian terjadi keributan besar di
rumah ini, adu jotos, saling tendang dan tangkis antara ayah dan anak tidak
terhindarkan. Sampai keluar rumah. Suara kami berdua sudah seperti orang hilang
kesadaran. Padahal ini sudah pukul 8 malam lebih. Tetangga yang mendengar
sontak keluar dari rumah. Mencoba melerai kami. Namun nampak nya semua
kesulitan.
Kemudian dia pergi dengan perempuan itu dan
bekal pakaian nya sendiri. Meninggalkan kami. Aku membencinya. Sampai kapanpun.
Ingin rasa nya mengambil gunting rumput dan merobek mulut nya. Tapi aku tidak
bisa. Tidak akan pernah bisa.
‘’ibu tenang, kita pasti bisa tanpa laki-laki
bajingan itu’’ aku mencoba menenangkan ibuku,
namun nampak nya dia terlanjur sakit hati. Sakit yang sangat dalam. Seperti aku.
‘’yosuke apa kau punya nomer telepon saudara atau
keluarga mu?’’ tanya seorang tetanggaku
‘’oh tentu, ini’’ jawab ku sambil memberikan handphone. Mereka mencoba membantu
sebisa mereka. Beberapa jam kemudian pamanku datang, kakak ari ibu ku. Dia yang
akan menaungi kami rupanya.
Aku , entah mengapa menjadi membenci hidup ku
sendiri. Tak akan ada yang peduli. Kepadaku.
Biarlah sang purnama berseri
Menepis kehampaan hati ini
Yang tak pernah tersentuh hangat mentari
Biarkan seperti ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar