Sabtu, 06 Juli 2013

kita (part 3)



KITA…
Part  iii
(out of love circle)
Ardi Alfaris (aliz)

‘’kau sudah menyiapkan perlengkapan mu kenji ?’’   ‘’maaf yosuke, aku tidak ikut untuk yang kali ini, aku ada acara keluarga dadakan’’   ‘’ahh,kau tidak seru bung’’   ‘’apa itu arti nya hanya kau yang semester tiga ?’’   ‘’tentu saja, dasar bodoh’’   ‘’jangan marah begitu laa, sepulang kau dari gunung kita makan enak, aku yang traktir , oke ?’’   ‘’terserah kau saja lah’’   ‘’oke wassalam’’

          Kenji menutup telpon, kini tinggal aku sendirian di kamar supek milik ku. Di tambah semua rasa yang bercampur aduk tentang aiko, masalah keluargaku  dan juga yang lain-lain. Setelah ini mungkin aku akan makan malam dan setelah itu kembali tidur. Liburan memang membosan kan. -_-

‘’yosuke, ayo makan!!’’   jelas sekali itu ibu ku, aku tak akan pernah menolak semua perintah nya. ‘’kakak, mengapa kau selalu mgnurung diri di kamar saja? Apa kau tidak ingin menemani ku bermain? Kita bisa ke tempat hiburan bersama dan lain-lain.’’    ‘’aku tidak terpikir untuk itu’’   ‘’ayo lah kakak,’’    ‘’diam!’’   seketika adik ku terdiam. Kemudian masuk ke kamar ibu dengan mata berkaca

‘’yosuke jangan kasar begitu dia masih kecil’’   ‘’biarkan saja bu, biar anak ini
tidak jadi anak manja!’’   ‘’yosuke dia berbeda dengan mu,’’   ‘’kalau begitu biar aku saja yang medidik nya biar dia jadi laki-laki yang seharus nya, bukan laki-laki cerewet seperti itu’’   ‘’dia itu kan memang tipe yang hanya memikirkan kesenangan nya untuk sekarang, sudahlah’’   ‘’mana ayah?’’ kata ku mengalihkan pembicaraan. ‘’dia pulang malam lagi yosuke’’ .

ayah ku memang seorang hardworker, sampai-sampai dia tidak punya waktu untuk keluarganya, jika ada pun pasti hanya di isi dengan diam tanpa ngobrol dengan kami. Tapi dia seorang sosok ayah yang bertanggung jawab, ( dalam versi nya bukan dalam versi ku ). Dan akhir nya kami hanya makan berdua saja.

‘’yosuke antar ini ke kamar adik mu’’   ‘’baik’’   setangah hati aku mengantar makanan itu ke kamar nya, aku ingin segera masuk kamar dan kembali mendengar kan musik.

‘’ini untuk mu’’   ‘’apa itu?’’   ‘’sudah lihat dan habis kan saja’’ aku kembali keluar dengan menutup pintu sedikit keras. Dan kebetulan ayah ku baru saja pulang dan melihat kejadian ini. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi nampaknya. ‘’kau tahu berapa biaya yang aku keluarkan untuk itu anak bodoh? Apa kau tidak bisa sedikit lebih pelan?’’

Langsung saja aku melenggang menuju kamarku, menyalakan MP3 player, pasang earphone, dan berrelaksasi. Namun sedikit ada yang tidak beres, ayahku menuju kamarku dan memaki ku habis-habisan. Nampak nya dia benar-benar tidak ingin anak seperti aku.

‘’ jadi ini kerjaan mu setiap malam? Hah? Pekerjaan tak berguna seperti ini. Akan lebih baik bila kau menjadi pemulung di luar sana dan bekerja mati-matian dari pada harus menjadi seperti ini. Anak tidak tahu diri’’   itu baru yang pemanasan saja aku sudah tahu hal itu. Namun kemudian ibuku masuk.dan menarik ayah ku keluar.

Aku melihat sedikit kalau mereka bercakap-cakap, ku lihat raut wajah ibu cemas. Aku tak peduli, aku merebahkan diri dan memajamkan mata. Aku mulai membenci keluarga ini. Aku terbawa mimpi sampai sebuah guyuran air dingin membasahi seluruh tubuh dan ranjangku.

‘’bangun anak malas !  ini sudah pukul 7 pagi dan kau belum bangun anak bodoh ! pantas saja rejeki mu salalu di patok ayam ! pergi cabut rumput di halaman, setelah itu bersihkan selokan di depan rumah !‘’   nyawaku belum terkumpul saat aku bangun. ‘’ya ya ya, tidak usah berteriak seperti itu, ini bukan hutan, apa kau tidak berpikir?’’   ‘’PLAK’’ yupz sebuah tamparan keras dengan indah mendarat di pipi kiri ku. ‘’ tidak usah banyak bicara’’  kemudian ia pergi dengan sepeda motor nya entah kemana, ini hari minggu.

Aku pergi mengambil gunting rumput di belakan rumah,kemuadian memotongi rumput yang ku rasa tidak pernah berhenti memanjang.setelah semua selesai aku masih harus membersihkan selokan yang menjijikkan itu. Ahh mengapa ia tidak membunuhku saja? .

‘’yosuke ayo makan dulu, kau belum makan dari tadi pagi ini sudah jam 10.30’’   ‘’baik bu’’ beruntung masih ada yang mengerti perasaan ku. Walau tak seutuh nya.

Siang berganti malam, ayah ku pulang dengan seseorang yang tidak pernah ku kenal sebelum nya. Rekan bisnis ? bukan. Debt collector? Pasti bukan. Lalu siapa? . baru saja dia datang langsung saja semua kemarahan dan apapun itu keluar dari mulut nya.

‘’kau mau kemana? Hah? , jadi selama ini kau hanya bermain dengan perempuan murahan seperti ini? Lantas sekarang kau mau pergi dengan dia? Apa kau tidak berpikir ?’’  isakkan tangis ibu ku terdengar. Nampak nya aku sudah tahu masalah nya sekarang ini.

Aku memberanikan diri keluar dari kamar dan ikut dalam masalah yang mungkin tidak bisa aku selesaikan (seorang diri). Perempuan itu terlihat seperti masih mabuk, ayah ku juga nampak nya.

‘’jadi sekarang ayah akan pergi dengan orang seperti ini? Ibu lebih baik bahkan jauh dari pada dia’’   ‘’anak kecil diam saja ! buang air masih belum lurus saja sudah ingin menceramahi ku ! urus dulu diri mu yang berantakan itu !’’   ‘’berkaca dan lihat siapa yang lebih berantakan !’’ aku balas membentak ‘’jadi kau sebut diri mu seorang laki-laki hah?!’’ sambungku  ‘’jadi kau merasa kau laki-laki? Buktikan !’’   belum kering mulut nya berucap sebuah tinju mendarat di hidung nya.

Tak lama kemudian terjadi keributan besar di rumah ini, adu jotos, saling tendang dan tangkis antara ayah dan anak tidak terhindarkan. Sampai keluar rumah. Suara kami berdua sudah seperti orang hilang kesadaran. Padahal ini sudah pukul 8 malam lebih. Tetangga yang mendengar sontak keluar dari rumah. Mencoba melerai kami. Namun nampak nya semua kesulitan.

Kemudian dia pergi dengan perempuan itu dan bekal pakaian nya sendiri. Meninggalkan kami. Aku membencinya. Sampai kapanpun. Ingin rasa nya mengambil gunting rumput dan merobek mulut nya. Tapi aku tidak bisa. Tidak akan pernah bisa.

‘’ibu tenang, kita pasti bisa tanpa laki-laki bajingan itu’’  aku mencoba menenangkan ibuku, namun nampak nya dia terlanjur sakit hati. Sakit yang sangat dalam. Seperti aku.

‘’yosuke apa kau punya nomer telepon saudara atau keluarga mu?’’   tanya seorang tetanggaku ‘’oh tentu, ini’’ jawab ku sambil memberikan handphone. Mereka mencoba membantu sebisa mereka. Beberapa jam kemudian pamanku datang, kakak ari ibu ku. Dia yang akan menaungi kami rupanya.

Aku , entah mengapa menjadi membenci hidup ku sendiri. Tak akan ada yang peduli. Kepadaku.



Biarlah sang purnama berseri
Menepis kehampaan hati ini
Yang tak pernah tersentuh hangat mentari
Biarkan seperti ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar