Karena
Hati
Tak
bisa Dipaksa
Khairunnisa B.A
(MICHI)
Aku menyukainya sejak awal kami bertemu.
Sebenarnya dia sebaya denganku, hanya saja dia lebih pintar dari aku, sehingga
tingkatan kelasnya lebih tinggi. Namanya Near. dia adalah siswa terpandai di
SMA ku. Tak salah kalau para siswi wanita sangat menggilainya. Tapi aku, hanya
seorang gadis yang mungkin tidak begitu menarik atau mungkin tak menarik dan
sikapku kekanakan.
Oh iya, aku hampir lupa. Aku saat ini sudah kelas
2 SMA. Dan saat ini, aku hanya dapat menatapnya dari kejauhan. Sikapnya memang
dingin sekali. Tapi itulah yang menjadi daya tariknya. Aku yang selalu mengejar
Near. tapi dia? Aku tak yakin dia akan merespon perasaanku. Dua tahun berlalu,
tapi perasaanku kepada Near tetap sama seperti tiga tahun yang lalu saat kami
masih SMA. Aku tetap menyukainya. Dia sangat cuek sekali padaku. Tapi, aku
masih tetap mempunyai seribu jurus untuk tetap bertahan untuknya.
Dan? Kalian pasti terkejut mendengar ini. Cintaku
tidak bertepuk sebelah tangan. Dan pada saat itu.. Near, dia menyatakan
perasaannya padaku. “hei Ran, aku menyukaimu”. Katanya datar lalu
meninggalkanku. Aku terkejut. Aku yang bodoh dan cerewet ini ternyata dapat
menaklukan hati Near. Sainganku memang tak sedikit. Tapi yang kadang membuat
aku terpojok adalah Karin. Dia memang beda denganku. Dia pandai, cantik dan
sepertinya mempunyai segudang bakat. Dia sekelas dengan Near. Setelah tiga hari
aku dan Near berpacaran memang banyak hal yang membuat aku ‘cemburu’.
Sebenarnya banyak juga hal yang membuat aku cemburu. Sejak tiga tahun yang lalu
hingga sekarang saat dia sudah ada disisi ku. Tapi yang kali ini, aku begitu
cemburu.
Bayangkan saja, Near menggendong Karin di depanku.
Aku yang kalut dengan perasaanku sendiri, aku menangis dan berlari ke danau belakang kampusku. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang meneriakiku daari kejauhan dan kemudian mendekat “dasar cengeng! kenapa kau menangis?” “aku kesal! Kau menggendong Karin di depanku” “oh masalah itu, dia terjatuh dan aku hanya menolong”. Katanya tetap datar. “hiks..hiks..hiks se..sebenarnya kekasihmu aku atau Karin?”. Kataku terisak.
Aku yang kalut dengan perasaanku sendiri, aku menangis dan berlari ke danau belakang kampusku. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang meneriakiku daari kejauhan dan kemudian mendekat “dasar cengeng! kenapa kau menangis?” “aku kesal! Kau menggendong Karin di depanku” “oh masalah itu, dia terjatuh dan aku hanya menolong”. Katanya tetap datar. “hiks..hiks..hiks se..sebenarnya kekasihmu aku atau Karin?”. Kataku terisak.
Near memegang pundakku, dia mencoba
meyakinkanku“dengar ya, aku memang nyaman berada didekatnya”. “aahh, tuh kan~”.
“tapi, walau begitu, yang ada dihatiku hanya kau”.kami saling bertatapan, tanpa
aku sadari aku menjatuhkan airmata dipipiku. Near menghapus air mata yang ada
dipipiku. Dan setelah berkata seperti itu, dia berbalik badan dan mengalihkan
pandangannya ke danau yang airnya berkilauan bak mutiara karena sinar matahari
yang mulai sedikit tenggelam. “benarkah?” “entahlah” “aku ingin mendengarnya
lagi!”. “aduh, kau ini makanya, kalau pacarmu ini sedang bicara kau harus
mendengarkannya ya anak bodoh!”. “ish..kau ini senang sekali menindasku -_-”.
“habis menindas mu itu bagiku adalah sebagai obat penghilang stress”. “ishhh
kau ini!!” Ucapku geram “hahah dasar kau ini, bodoh sekali sih. Darimana aku
bisa menyukaimu? mungkin aku menyukaimu karena kebodohanmu itu ya Ran?!”. Lalu
dia berjalan menjauh “hei, Near. Kau ini benar-benar ya?! Jelas-jelas aku
menyukaimu.. aku sayang padamu ihh tapi isshhh..!!! Rasakan ini!!”.dia berhenti
sejenak mendengarkan ocehanku lalu kembali berjalan.
Tapi langsung saja aku menimpukinya dengan sepatu
ku. Dia berlari menghindari lemparanku. Kami berdua berlarian dibawah lembayung
senja yang indah. “hei, bodoh, berhenti melempariku. Aku lelah tau udah”.
“yasudah, baiklah. Aku juga lelah ”. Jawabku. Lalu kami membaringkan diri di
rerumputan dekat danau. “kau tau?” “hah? Tau apa??” “oh iya, aku lupa yang ada
di otakmu itu akan hanya ada aku ya. Berhentilah seperti itu” “ya, memang
benar, aku hanya memikirkan selalu ada disamping kamu dan aku ingin ikut kemana
pun kamu pergi”. “benarkah? Kau benar-benar mencintaiku?”. “ya, aku, sangat,
sangat, sangat, sangat mencintaimu”. “kau ini, oh iya hari ini, aku merasa
senang” “mengapa?” “karena aku menghabiskan waktuku seharian denganmu. Dan
bagiku, kau adalah rumus yang tak akan pernah ada selesainya. Kau itu seperti
soal yang tak pernah ada jawabannya”. Aku hanya dapat menatap matanya. Aku yang
terbaring disampingnya hanya bisa diam. Dia memegang tanganku.
Awalnya aku kaget, namun aku beranikan diri juga
untuk memegang tangannya.dia menatapku dan dia memelukku, dan dia, dia mencium
keningku. Dan berbisik “aku mencintaimu”. Aku hanya dapat tersenyum. Bayangkan,
aku yang dulu hanya dapat memandangnya dari kejauhan, sekarang aku berada
disampingnya, terbaring bersama dengannya. Menyaksikan matahari yang mulai
tenggelam. Berdua. Ya, kami bersama. Ternyata memang benar. Perasaan itu memang
tidak pernah bisa dipaksa. seberapa lama pun dia menindasku, seberapa lama pun
dia bersikap dingin kepadaku, tapi aku tetap menyukainya. Ya, memang hati
memang tak bisa dipaksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar